Sha Mantha |
Oleh Sha Mantha
Tewasnya 10.000 Etnis Tionghoa di Pulau Jawa
Akibat geger pecinan yang dikomandoi oleh Gubernur Jenderal Valckenier VOC di Batavia pada 7 Oktober 1740
Turut meruntuhkan Ibukota Negara yang berada di Kraton Kasunanan Kartasura Jawa Tengah
Pakubuwana II
Putra Amangkurat IV Raja ke-8 Kesultanan Mataram (1719 – 1726)
dengan permaisuri (GKR. Kencana)
Lantas membeli sebidang tanah pada seorang Lurah bernama Kyai Sala guna memindahkan Negara Mataram yang saat itu rusak dan porak-poranda
Dan membuat arak-arakan meriah berupa Boyong kedhaton dari Kartasura menuju ke Desa Sala, sebagai simbolis perpindahan Istana Negara, pada 17 Februari 1745
Sedangkan pemerintahan dijalankan dari Ponorogo Jawa Timur
Bersama Kebo Kyai Slamet hadiah dari Bupati Ponorogo
Jenis Kerbau ini untuk ritual tolak bala berupa Upacara Adat, semisal Larung Ke Pantai Parangkusumo maupun dilarung ke Ndlepih, dalam tradisi tahunan, Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Pakubuwana II
Memutuskan berangkat meninggalkan Ponorogo menuju desa Sala, dengan menunggangi gajah kesayangannya, guna mencari titik lokasi Kraton Kasunanan yang hendak dibangunnya
Setiba di Sriwedari
Stadion Sriwedari
Jl Slamet Riyadi, Penumping Surakarta Jawa Tengah
Kebo Kyai Slamet berhenti di sebuah sumber mata air
Pakubuwana II kemudian turun dari atas punggung Gajah tunggangannya dan memutuskan untuk beristirahat beberapa saat
Namun saat bersiap hendak melanjutkan perjalanan
Kebo Kyai Slamet malah berkelahi dengan Gajah tunggangannya hingga terperosok dikubangan air
Karena geram kesulitan melerai perkelahian kedua hewan kesayangannya
Pakubuwana II seketika memotong salah satu telinga Kebo Kyai Slamet
Dan memerintahkan hewan kesayangannya tersebut, beranjak meninggalkan Sriwedari
Setelah berjalan beberapa kilometer, tepat di Gladak - Saat ini - Batas Pohon Beringin Kembar batas jalan masuk / keluar menuju sisi alun-alun Utara
Gladak Jl. Slamet Riyadi Surakarta Jawa Tengah |
Kebo Kyai Slamet kembali berhenti dan enggan untuk bergerak
Arca Gladak Patung Penjaga Gerbang Utara Pintu Gapura Masuk Bangunan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
Maka oleh Pakubuwana II
Diputuskan saat itu juga, bahwa di titik inilah, lokasi pembangunan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ditentukan
Menggantikan Ibukota Negara Mataram yang lama dan telah rusak, sebagai pusat pemerintahan Negara Jawa berikutnya
Mengingat masih belum ada apa-apa di wilayah Ibukota baru
Pangeran Mangkubumi, kakak kedua Pakubuwana II , yang lahir dari selir Amangkurat IV bernama Mas Ayu Tejawati
Ndalem Purwodiningratan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Merancang sebuah Produk arsitektur Bangunan Jawa Murni abad ke-18 yang dikhususkannya sebagai kediaman Pakubuwana II
Selaku Raja Kesultanan Mataram Ke-9 ( 1726-1742 )
Sekaligus Raja Terakhir Kasunanan Kartasura dan Raja Pertama Kasunanan Surakarta Hadiningrat ( 1745-1749 )
Ndalem Purwodiningratan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Pangeran Mangkubumi
Merepresentasikan unsur tradisional arsitektur Kerajaan Jawa, baik dari aspek tata ruang, tampilan bangunan, bahan bangunan maupun struktur bangunan; Pendopo, Pringgitan serta Ndalem
Ndalem Purwodiningratan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Di dalam bangunan Ndalem, terdapat; Gandhok Kiwo dan Gandhok Tengen
Sedangkan Gandhok Tengah/Krobongan dari Ndalem Purwodiningratan menjadi bagian yang disakralkan dan difungsikan sebagai tempat pemujaan pada Dewi Sri/
Ibu Bumi - Tempat Segala Pangan Serta Tetumbuhan Berasal yang di lambangkan dengan Sapi / Yoni, simbol / tempat Kesuburan berasal
Setelah perjanjian Giyanti tahun 1755
Pangeran Mangkubumi yang mendapat wilayah alas Mentaok, kemudian mendirikan Kesultanan Yogyakarta dan menjadi Sultan Pertama bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I (1755-1792)
Sebagaimana Bangunan pertama yang ada di Komplek Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di saat-saat pembangunan Kraton dilakukan
Ndalem Purwodiningratan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Rumah ini turut pula digunakan sebagai basecamp pekerja serta tempat material bangunan
Dan menjadi tempat tinggal Pangeranan Purwodiningratan, yang di kemudian hari dikenal sebagai Ndalem Purwodiningratan dan berdiri di dalam komplek Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Tanpa mengurangi nilai-nilai tradisi Jawa yang telah dibangun oleh pendahulunya
Di era ISKS Pakubuwana X (1893-1939)
Kraton Kasunanan Surakarta
Direnovasi menjadi lebih megah dengan sedikit sentuhan arsitektur Eropa
Seiring waktu 278 tahun pun berlalu
17 Februari 1745-17 Februari 2023
Kemegahan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Desa Sala, tersisa bangunan usang yang digerus oleh zaman
Disaksikan bangunan rumah ini, yang masih tetap kokoh berdiri, walau suram tak tersentuh
Air mata yang berasal dari rasa sakit, bernilai satu juta cahaya - KS
Peraturan tentang Cagar Budaya Yang Membatasi - Pada akhirnya hanya sampai pada ketidakjelasan akan nasib bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia
Sehingga Cagar Budaya menjadi tidak terawat dan rusak
Segera Revisi Undang-Undang Cagar Budaya
Dan Lindungi Situs-Situs Bersejarah di Indonesia
Revitalisasi sama dengan menyesuaikan usia dari bangunan
Memperbaiki sama dengan tidak merusak nilai-nilai historis didalamnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.