Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Februari 2024

Jangan Lelah Mencintai BANGSA Ini

 

In Frame Sha Mantha
Photo taken by Lawerrisa 


Mewarisi keberanian yang kadung mengaliri Jiwa Patriotisme semangat juang Kemerdekaan Republik Indonesia

Di awal Perang Diponegoro tahun 1825 yang berlangsung hingga tahun 1830

Wanita renta berusia 73 tahun bernama Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi.

Memimpin pasukannya menggunakan tandu selama jalannya Perang Diponegoro dalam melawan VOC Belanda.

Ia bahkan diberi julukan Nyi Ageng Serang

Oleh VOC yang menggambarkan sesosok Wanita Kejam Pada diri Panglima Perang Wanita yang juga berperan ganda sebagai Penasehat Sri Sultan Hamengkubuwana II selama Perang berlangsung.

Sebagai Putri, Pangeran Natapraja yang notabene Panglima Perang Sultan Hamengkubuwana I, yang memerintah Kesultanan Yogyakarta ( 1755 - 1792 ).

Tentu bukan suatu kebetulan

Ia terlatih sedemikian rupa bahkan dikala memasuki usia senja dan sudah tidak produktif lagi untuk turun ke Medan pertempuran.

Tak peduli kondisi Jasmani saat itu berkata apa.

Tentu diluar perhitungan VOC Belanda yang diboncengi oleh beragam kepentingan monopoli dagang untuk dapat menerima fakta.

Bahwa mereka bukan hanya kalah telak, dalam hal strategi Militer tetapi juga harus menelan pil pahit.

Kehilangan materi dalam jumlah besar, yang menyebabkan kebangkrutan hebat, didalam tubuh perusahaan dagang Multinasional yang didirikannya secara matang di tahun 1962 silam.

Tak mengherankan apabila dampak dahsyat tersebut menimbulkan berbagai kontradiksi di dalam penerimaan akal sehat Kaum Bangsa Kulit Putih yang memuja modernisasi persenjataan canggih.

Bukankah itu sangat memalukan?

Membawa pulang kabar kurang baik pada sejumlah pendana peperangan yang terlanjur menginvestasikan uang dalam jumlah besar untuk menghadapi Bangsa Primitive?

Lantas mereka membuat rekayasa pikiran hasil konsep-konsep pemikiran mengenai suatu kelompok Islam garis keras dengan Pakaian khas Timur Tengah lengkap dengan Turban, layaknya suku Quraisy di Saudi Arabia.

Yang menolak tunduk terhadap penjajah dan melabelinya sebagai teroris yang harus di Brantas.

Semua sudah dipersiapkan sedemikian rupa dengan memanfaatkan Pribumi sebagai kekuatan untuk saling melawan.

Melalui sistem adu domba, dimulai dengan memukul mundur kekuatan Kesultanan Demak dibawah kendali Ratu Kalinyamat ( 1514, Demak-1579 ) di tengah perjuangannya melawan Portugis, di Semenanjung Malaka.

Ia di telanjangi di markas persembunyiannya di Jepara, dipaksa tunduk tanpa perlawanan yang berarti, sehingga bergabung dengan MATARAMAN ISLAM.

Semua hasil rekayasa Elite Global.

Dan VOC Belanda merancangnya, agar semua saling membunuh, tanpa harus repot-repot menggunakan kekuatannya sendiri dalam upayanya menghancurkan mental BANGSA INDONESIA, sehingga mudah dikontrol dengan menggunakan metode penyesatan yang tidak pernah ada didalam ajaran TUHAN.

Bahwa membunuh dan meminum darah orang kafir itu halal.

Untuk menghilangkan bukti-bukti sejarah Bangsa ini.

Belanda turut membakar seluruh Kitab Suci berikut menghabisi para misionaris Portugis lantas menghidupi kelompok Islam garis keras dengan cara-cara paling brutal.

Menjejalkan ajaran-ajaran penyesatan melalui penyebaran agama Islam radikal menggunakan kekuatan Tiongkok Mongol yang telah ditumpangi Sekte Nasrani dari Israel Yahudi.

Yaitu Sekte yang memaksakan Kebudayaannya ke dalam agama-agama dari Timur Tengah, dengan mendirikan Pondok Pesantren sebagai sarana pendidikan yang berbasis di Jawa Timur, sebagai tempat untuk mendidik generasi militan Islam Jawa garis keras/Intelijen Rahasia berkedok sekolah pendidikan keagamaan.

Dengan didasari kehendak Pribadi Pribumi Jawa yang ingin menjadi Raja dan penguasa setempat.

Pribumi yang menjadi kaya setelah memiliki jabatan dan kedudukan.

Pribumi yang menjadikan keluarganya sebagai pejabat menempati posisi serta kedudukan kedudukan.

Seluruhnya hasil Rekayasa Elite Global dalam memperalat Pribumi setempat agar mudah dipergunakan untuk saling membunuh satu sama lain.

Akan tetapi, dimuliakanlah Pangeran Diponegoro ( 11 November 1785 – 8 Januari 1855 ), beserta seluruh makhluk hidup yang telah berbahagia.

Yang secara sadar, melawan penyesatan kuasa kegelapan atas Roh jahat dari Bumi Nusantara dengan penyertaan Roh Kudus -Nya.

Ia telah dibangkitkan secara Roh dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran TUHAN Semesta Alam.




Foto Asli Pangeran Diponegoro 



 

Faktanya lagi

Wanita tua yang mereka sebut Nyi Ageng Serang itu berjuang di beberapa daerah, seperti di wilayah Purwodadi, Demak, Semarang, Juwana, Kudus dan Rembang.

Serta mengikuti pelatihan Kemiliteran dan strategi peperangan, bergabung bersama dengan prajurit pria lainnya.


Itu sungguh diluar dugaan!!

Benar pepatah bijak yang mengatakan, umur hanya soal angka.

Menurut keyakinannya.

Selama ada penjajahan di Bumi Pertiwi, maka  Ia harus siap tempur untuk melawan para penjajah.

Ia piawai dalam penyamaran, menggunakan lembu (daun talas hijau) untuk menyamar.

Sebagai Wanita berpengaruh di lingkup Negara Kesultanan Yogyakarta.

Ia juga berperan penting sebagai penasehat Sultan Sepuh / Hamengkubuwana II yang memerintah  Kesultanan Yogyakarta ( 1792 –1828 ).

Sehingga tetap terhubung dengan Negaranya, tanpa terbaca oleh pihak musuh, dibawah kontrol Pangeran Diponegoro selaku pemimpin Pergerakan bawah tanah.

Prambanan menjadi Markas terdekat untuk mendekat ke wilayah Yogyakarta sehingga Ia dapat dengan leluasa memimpin Perang Gerilya disekitar desa Beku, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.


Selalu ada tragedi dibalik keindahan.

Pakubuwana VI yang adalah Susuhunan Nagari Surakarta kelima yang memerintah tahun 1823 – 1830.

Harus menanggung sasaran murka kaum Elite Global, yang tak mampu membendung kekesalannya.

Seketika menembakkan peluru senapan baker tepat di bagian dahinya, begitu tiba di tempat pembuangannya ( Ambon ), menyadari dukungan gagasan Perang Diponegoro datang darinya.

Dan setiap perbuatan, menghasilkan buah-buah Roh perbuatannya.

Secara garis besarnya, saya menulis secuil kisah yang bercerita, tentang bagaimana sulitnya merdeka bahkan dalam berpikirpun sulit hingga di masa sekarang.

Semoga bermanfaat untuk generasi mendatang dan dapat diterima dengan pikiran yang lebih terbuka.

Saat agama bukan lagi tempat yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhan Semesta Alam tetapi alat untuk mencengkram Jiwa Manusia, sehingga otak Manusia lebih mudah diprogram, sesuai doktrin yang telah disiapkan.

Salam Perubahan

Tertanda

Sha Mantha

Selasa, 26 Desember 2023

"ROH" dari Jawa

 

Candi Sukuh, Karanganyar, Jawa Tengah
Indonesia 



KEJADIAN 

 

Di Jawa

Pada masa Plestosen berlangsung, kurang lebih 3.000.000 hingga 10.000 tahun lalu.

Di tandai dengan terjadinya fluktuasi suhu udara yang sangat drastis, sehingga mengakibatkan terjadinya zaman es ( glasial ), serta zaman es mencair ( interglasial ).

Turunnya suhu udara yang sangat tajam, mengakibatkan masa kering,  ( interpluvial ).

Namun saat terjadi kenaikan suhu udara, mengakibatkan penurunan jumlah hujan yang sangat luar biasa ( pluvial ).

Kondisi ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada jenis flora dan fauna yang hidup pada saat itu, serta perubahan bentuk-bentuk daratan di muka Bumi.

Flora dan fauna merupakan sumber bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh Manusia.

Tetapi perubahan flora dan fauna, membawa dampak perubahan terhadap sistem subsistensi, yang pada akhirnya, memberi dampak pada pengembangan teknologi.

Sehingga dari perubahan-perubahan tersebut.

Manusia harus mengadaptasi serta mengantisipasinya, dengan menciptakan alat-alat, yang disesuaikan dengan kondisi lingkungannya.

Perubahan teknologi tersebut, dapat diamati melalui temuan artefak, dari masa Plestosen atas, yang menunjukkan penggunaan bahan untuk pembuatan alat yang lebih bervariasi, seperti, duri Ikan, tulang, tanduk dan kulit hewan.

Hal ini dilakukan, untuk memudahkan dalam melakukan perburuan, sebagaimana pada masa Plestosen atas, jumlah hewan yang berukuran besar semakin menurun, digantikan hewan yang berukuran lebih kecil.

Dari data ini dapat diketahui, bahwa perubahan lingkungan yang terjadi, juga berakibat pada perubahan dan perkembangan teknologi, tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga dari variasi alat yang semakin kompleks.

Hingga tercipta Tantra Sastra Jawa.

 

Pendopo Ageng, Pura Mangkunegaran Solo 


Piramida Berbentuk Segitiga / Kerucut.

Menjadi kebutuhan pokok, yang diaplikasikan ke dalam bentuk atap Rumah Joglo, setelah Pangan dan Sandang terpenuhi.

Namun Kebutuhan yang mampu mempermudah dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, meski tidak mendesak untuk dipenuhi, tetapi menambah rasa bahagia dalam diri, yang juga sangat diperlukan oleh Manusia.

Seperti halnya kebutuhan Manusia akan Tuhan ALLAH Semesta Alam.

YAHWEH; "AKU adalah AKU"

Tidak butuh pengakuan dan tidak perlu diaku-aku, cukup disadari saja AKU yang Sejati.

Dalam Bahasa Pali:

OM SOHUM - AKU Yang Sejati

Dalam Bahasa Sanskrit:

OM SOHAM - AKU Yang Sejati

AKU yang Sejati, tak pernah lahir, tak pernah mati, tak berubah, dulu, sekarang, sampai selama-lamanya, tak terbatas. 

Dan semua wujud yang ada di semesta ini, adalah perwujudan dari Tuhan yang tak berwujud, termasuk Saya dan Anda.

Saat belum ada apa-apa yang ada cuma; ROH ALLAH yang melayang layang di atas Semesta Raya.

Sebab yang ada hanya ALLAH, maka tidak ada unsur yang lain, selain ALLAH itu sendiri, yang menjadi bahan dari semua wujud.

Saya dan semua wujud, tercipta dari-Nya, sehingga bukan diciptakan oleh-Nya.

Dan Jiwa adalah Roh, yang tiada dua; Tunggal.

Yesus menyadari bahwa Ia tercipta dari-NYA, seperti anak.

Anak tidak diciptakan oleh kedua orang tuanya, yaitu ayah dan ibunya, tetapi tercipta dari unsur kedua orang tuanya.

Begitu juga antara semua WUJUD dan ALLAH.

Sebab tidak ada unsur apapun selain ALLAH itu sendiri, pada mulanya.

Maka semua tercipta dari unsur ALLAH sendiri.

Spirit itulah yang membuat semua WUJUD yang "Tercipta dari-NYA" bergerak dan hidup.

Sedangkan Manusia butuh Seni, guna memahami tempatnya di Bumi.

Maka di WUJUD-kan ke dalam simbol-simbol berbentuk; Gunungan, Gamelan dan Wayang, sebagai satu kesatuan dari Spiritual.

Sebagai sarana / Media, dalam menyampaikan informasi.

Terhadap Tatanan Zaman, yang terus-menerus mengalami Perubahan dan selalu diperbaharui. 

Sementara itu, untuk terjadinya kejadian maupun untuk terjadinya peristiwa, dibutuhkan dualitas.

Ada Yin ada Yang, untuk adanya suatu peristiwa.

Ada siang ada malam, untuk terjadinya hari, adanya peristiwa dalam satu hari.

Ada gelap ada terang, untuk terjadinya suatu kejadian.

Ada dingin ada panas, maka terjadilah suhu / temperatur.

Ada benar ada salah, untuk suatu teladan yang perlu di contoh agar tidak salah dalam berperilaku hidup.

Ada atas ada bawah, ada kuat ada lemah, ada kanan ada kiri.

Sebab begitulah adanya dualitas yang dibutuhkan untuk terjadinya peristiwa keseimbangan Alam Semesta Raya.

Itulah ilmu Kenyataan yang Sejati, bukan ilmu angan-angan.

Kenyataan yang Sejati

Tidak berubah tetap demikian adanya.

Sebagaimana mestinya.

Dulu sekarang sampai selama-lamanya.

Kenyataan yang sejati, sudah semestinya dan demikian adanya.

Sebelum Pikiran Saya lahir.

Bahkan setelah Saya dan Pikiran Saya, sudah tidak ada lagi di dunia ini.

Absolut, Supreme Reality- Kenyataan Sejati / Kenyataan Murni dan bukan hasil ciptaan pikiran, maupun konsep, bukan hal yang Bias, bukan hal yang multitafsir.

Leluhur NUSANTARA dari Jawa, pernah mengatakan dalam sebaris kalimat:

"BHINNEKA TUNGGAL EKA TAN HANA DHARMA MANGRUA"

BHINNEKA TUNGGAL EKA yang bermakna:

Dunia ini meskipun Berbeda - beda, dengan skala yang berbeda - beda dengan fungsi dan tugas yang berbeda - beda tapi sejatinya TUNGGAL EKA, sejatinya SATU KESATUAN YANG UTUH.

TAN HANA DHARMA MANGRUA:

Tak ada kebenaran dalam segala sesuatu yang Bias / Dualitas.

Sedangkan Multitafsir adalah Bias, satu ayat yang dibaca oleh 10 orang, dapat menjadi 10 tafsiran.

Selama itu masih merupakan tafsiran - tafsiran, konsep-konsep yang diciptakan oleh pikiran, masih belum benar.

Masih Bisa benar bisa salah, bisa benar menurut Saya, bisa tidak benar menurut Anda-Subjektif.

Sedangkan ROH - Jiwa - Spirit; Merupakan data saat kita lahir.

Jiwa relative jernih, karena data yang tersimpan hanya data genetika berupa catatan DNA dari ayah dan ibu.

Sepanjang perjalanan hidup, catatannya tentu makin banyak, karena semua yang terjadi dan dialami menjadi catatan-catatan, goresan-goresan pada Jiwa.

Jika pikiran jernih dan akal tetap sehat, semua peristiwa, pahit-manis, suka-duka, bahagia-sengsara, tidak akan membuat Jiwa rusak tapi Jiwa justru akan kian kuat karena telah berhasil memetik pelajaran dari setiap peristiwa.

Dan semua peristiwa yang kita saksikan, rasakan dan alami, adalah kitab kejadian kita masing-masing, sehingga dari sini, kita harus jeli, petik pelajaran, dari setiap peristiwa tersebut.

 

GUNUNGAN

 

Gunungan


Gunungan, telah lebih dulu tertuang dalam konsep Trinitas, sejak Zaman Es.

Dengan pola Segitiga yang bermakna Ke-TUHANAN, berbentuk Tanda Salib, berupa; Bapa, Putra dan Roh Kudus.

Dan Trinitas, tidak membahas tentang sesuatu yang berasal dari dalam diri ALLAH; Tetapi tentang sesuatu yang berasal dari luar diri-Nya, yaitu tentang sisi ke-Ilahian-Nya.

Saat sebagai Manusia biasa; Ia merasakan sakit dan juga mengalami kematian secara fisik/raga, tetapi tidak dengan Roh.

Hingga Zaman Bumi Sambaradha Buddha Borobudur

Sebelum Wayang dimainkan

Gunungan ditancapkan di tengah-tengah layar, condong sedikit ke kanan, bermakna lakon Wayang belum dimulai, bagai Dunia yang belum terbentuk.


Layar Wayang Kulit 


 

Dengan keberadaan Gunungan, yang dipergunakan dalam pembukaan dan penutupan cerita atau lakon Wayang, selain sebagai indikator pergantian adegan maupun sebagai visualisasi fenomena alam seperti angin, samudra, gunung, dan halilintar.

Gunungan yang berbentuk kerucut ke atas, melambangkan kehidupan Manusia.

Semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, Manusia harus semakin mengerucut/golong gilig, Manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa dan Karya dalam kehidupan.

Pola segitiga pada Gunungan, sebagai simbol dari Purwa, Madya dan Wasana, yakni siklus kehidupan dari awal hingga akhir.

Bermakna Filosofi yang menggambarkan simbol kehidupan di alam semesta, khususnya perpindahan waktu menuju babak baru.

Lambang keadaan dunia beserta isinya.

 

WAYANG 


Wayang Kulit 


Pada paruh kedua milenium pertama, sebelum Masehi.

Wayang Kulit muncul setelah ajaran Buddha Sidharta Gautama ada.

Hingga tahun 300-600 Masehi

Wayang Kulit, hadir sebagai pentas seni pertunjukan tradisional INDONESIA, di awal Peradaban Modern di NUSANTARA, yang berkembang pesat di Jawa.

Hal ini terbukti pada serangkaian Prasasti Pewayangan, yang ditinggalkan oleh Kerajaan KALINGGA-Jepara.

( Lokasi, di Desa Keling, kec. Keling, Kab. Jepara, Prov. Jawa Tengah, Indonesia )

Hal tersebut, dapat ditelusuri lebih jauh, melalui keberadaan situs Candi Bubrah.

Sebagai gapura pintu utama, menuju situs Candi Angin, yang berjarak sekitar 500 meter, dan di bangun di lereng gunung Muria.

( Lokasi; di Desa Tempur Kec. Keling, Kab. Jepara, Prov.  Jawa Tengah, Indonesia )

Sedangkan tokoh Pewayangan, seperti; Abiyoso, Bambang Sakri, Sekutrem, Kamunoyoso, Pandu Dewonoto dan Jonggring Saloko.

Berada di antara arca Batara Guru, Togog, Narada, serta Wisnu, pada Prasasti Rahtawun, di Puncak Sanga Likur, puncak Gunung Muria

( Lokasi; di Desa Rahtawu Kab. Kudus, Prov. Jawa Tengah, Indonesia).

Dimana pada masa itu, Penduduk KALINGGA meyakini, ajaran Buddha Sidharta Gautama.

Sementara cerita Wayang, adalah Saloka, yaitu suatu ajaran, yang dijabarkan dalam bentuk seni pertunjukan serta disimbolkan ke dalam tiap karakter tokoh Pewayangan.

Ajaran yang dimaksud adalah ajaran Buddha Gotama.


GAMELAN


Gamelan Jawa 


Batara Guru adalah Raja Para Dewa, yang memerintah, seluruh Alam Semesta Jagad Raya, dari Istana Kahyangan.

Ia menciptakan Gamelan Lokananta, yang semula tak berwujud dan berbunyi di awang awang, pada tahun 167 Saka.

( Tahun 230 M Masehi )

Batara Guru lalu memerintah Batara Indrasurapati, agar menciptakan Gamelan tiruan dari Gamelan Lokananta, yang tak berwujud, berupa;  Gong, Kethuk, Kenong, Rebab, sebagai tanda untuk memanggil Para Dewa.

Agar pesan lebih kompleks, Batara Indrasurapati kemudian menciptakan dua gong lainnya, sehingga membentuk set gamelan utuh.

Hingga Tahun 800 Masehi

Wujud dari Gamelan Lokananta, kemudian di Wukir oleh Mahendra Giri pada relief Candi Buddha Borobudur, era Wangsa Syailendra, Kerajaan Medang Kamulan.

Gamelan yang terdiri dari instrumen musik perkusi, yang digunakan pada seni musik karawitan.

Dengan tabuhan gamelan Gangsa ageng, sebagai pengiring pergelaran Pentas Seni Pertunjukan Wayang Kulit.

Pembaharuan Zaman yang terstruktural.

Menuntun Manusia, sampai pada Peradabannya, dengan  mengadaptasikan kehidupan Ke-TUHANAN-nya.

Ke dalam per-Wujud an Kesenian tradisional, seiring pengaruh Hindu - Islam di NUSANTARA, hingga di masa sekarang, dengan tetap mempertahankan Wayang, sebagai Roh, yang menghidupi, Tatanan Dunia Zaman Baru, dari Jawa. (Sha/PH.S)

Dari Berbagai Sumber

In Frame : Sha Mantha 

Selasa, 05 Desember 2023

KALINGGA Peradaban Modern NUSANTARA

Photo taken Roki Project




Oleh Sha Mantha

Editor Sha Mantha 

 

WANGSA SYAILENDRA sebagai Mayoritas Penganut BUDDHA beraliran MAHAYANA 

Telah Mengesahkan, dua Garis Generasi Penerus MATARAM, dengan dua Wilayah Pemerintahan di Pulau Jawa;

1. Jawa Bagian Tengah Di bawah naungan Negara MEDANG, dan

2. Jawa Bagian Timur di bawah naungan, Negara KEDIRI 

MATA: Ibu

RAM   : Pertiwi

Dalam perhitungan Spiritual Jawa

Telah disepakati oleh seluruh Leluhur NUSANTARA yang secara tersirat dan tersurat

Mengizinkan sekaligus Merestui

Keberadaan Negara KALINGGA sebagai Peradaban Modern NUSANTARA

Dibawah kepemimpinan seorang Wanita, bernama;

Shima putri Hyang Syailendra putra Santanu, bergelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara ( 674 M - 695 M )

Familiar disebut Ratu Shima, sekaligus dipandang, sebagai perwujudan sosok- Ratu Adil, yang memegang 2 Peri-Laku;

1. Jujur

2. Lurus

JUJUR

Peran Ratu Shima, sebagai Panglima Perang Tertinggi, pada sistem Pemerintahan yang berkuasa secara Formal, di masa itu

Bersama Rakyat Negara KALINGGA yang dipimpinnya, berhasil memukul mundur, ekspedisi Pertama Mongol, di Jawa, tanpa diwarnai dengan kekerasan

Meski faktanya;

Ratu Shima mengorbankan Putera Mahkotanya, sebagai tumbal pembawa Pesan; "Darurat Militer" ke penjuru Negeri

Darurat Militer diberlakukan oleh Ratu Shima, ketika ke-aktifan Militer, dirasa sangat dibutuhkan

Tepat beberapa menit setelah menerima laporan dari salah seorang Patih kepercayaan, saat mengawal perjalanan Putera Mahkota 

Ratu Shima segera memotong Tangan serta Kaki Kanan, Putera Mahkotanya, yang dengan jujur mengakui, telah menyingkirkan barang-barang berharga, berupa puluhan ekor Kuda dan beberapa Kantong berisi ribuan koin emas, saat dalam perjalanan kembali, menuju ke Istana 

Tak disadari  oleh rombongan Patih maupun Pasukan Pengawal Militer, sang Putera Mahkota, bila barang-barang berharga 

Sengaja diletakkan Mongol, tetapi tak berhasil memancing reaksi rombongan Militer yang melintas

Sekedar menghentikan perjalanan, menganggap barang-barang berharga, sebatas penghalang jalan yang perlu disingkirkan ke pinggir hutan, maka rombongan Pasukan Militer, pun segera melanjutkan perjalanan 

Tak terpikirkan oleh Mongol sebelumnya, yang terkejut menyadari kejujuran Masyarakat KALINGGA 

Saat puluhan Kuda dan kantong-kantong berisi ribuan koin emas, tak mampu mengubah pendirian 

Pasukan Mongol kian terkejut, mendapati sesosok Wanita berbusana megah, berdiri menyapa dengan sorot mata dingin

Melangkah sigap, surut langkah pasukan menatap jemari indah, menghunus sebilah keris, menempelkannya ke sebuah batu besar yang secepat kilat, terbelah menjadi dua bagian 

Mendesak ribuan pasukan Mongol, yang bersiap menyerang selama berbulan-bulan, berbalik arah, lari tunggang langgang 

Seperangkat peraturan tersebut, terbukti efektif diberlakukan, setelah Ratu Shima sebagai pelaku Otoritas Militer, mengambil alih kekuasaan

LURUS

Memimpin suatu Negara, menggantikan posisi suaminya yang telah purna tugas ( wafat )

Ratu Shima tak lantas memutus garis Patrilineal yang menghubungkan Putera-Puterinya dengan garis keturunan dari pihak sang Ayah

Yang secara unilateral;  Ratu Shima tetap menyematkan nama keluarga dari pihak Laki-laki ( Suaminya ) sebagai nama belakang yang disandang oleh Putera-Puterinya 

Sementara dalam hal keagamaan

Ratu Shima sebagai sosok Penguasa, tak lantas mengambil alih peran para Biksu maupun Bikuni, sebagaimana Imam tertinggi dalam kehidupan keagamaan, seluruh masyarakat Negara KALINGGA

Sedangkan di masa itu, Buddha aliran Mahayana, merupakan agama mayoritas yang di anut oleh seluruh masyarakat di penjuru Asia Tenggara

Pring kui suket, duwur tur jejeg 

( Bahasa Jawa )

Artinya:

Bambu adalah sekumpulan Rumput, Tinggi dan Tegak Lurus

Dalam Filusufi Ke-TUHANAN bermakna:

Bambu tumbuh hidup berkelompok, serumpun Rumput tetapi kuat, sekalipun satu persatu ditarik ke sana kemari, akan tegak kembali, sesuai sifat alaminya, yaitu Lurus

Begitupun dengan Manusia, selagi dibekali rasa Kemanusiaan serta Budi Pekerti, sekalipun dibawa ke segala arah dan penjuru, bisa tetap luwes

Bengkok bisa, melengkung pun bisa, diayun kesana kemari juga bisa, selagi sifat dasarnya sudah kuat lebih dulu, sudah lurus, sehingga tidak akan belok kemana-mana, sekalipun keluar dari jalurnya, secara otomatis, tetap akan kembali pada jalur semula 

Begitulah sifat alami TUHAN; orang yang ibadahnya sudah benar, tidak akan mudah terkena hasutan, bujuk rayu setan  

Rabu, 19 April 2023

Pesona Taman Laut Caribbean Van Java

Karimun Jawa-Kab. Jepara Jateng, Indonesia


 

Penulis Sha Mantha

 Editor Sha Mantha


Terdiri dari beberapa pulau kecil di wilayah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah Karimunjawa

Kepulauan ini berada di Laut Jawa dengan ±1.500 hektare luas daratan serta ±110.000 hektare perairan

Dari Pelabuhan Pantai Kartini menuju Pulau Karimun Jawa, hanya terdapat satu Kapal Ferry yang berlayar setiap dua hari sekali

Sedangkan masyarakat setempat, biasa menggunakan Perahu motor kecil berbahan solar sebagai sarana transportasi sehari-hari untuk menunjang mobilitas warga setiap harinya

Dengan 5-6 jam jarak tempuh penyebrangan

Dan 30 menit jalur udara dari Bandara Ahmad Yani, Semarang menuju Bandar Udara Dewa Daru; berupa landasan Pesawat kecil yang berada di Pulau Kemujan dan menampung pesawat kecil jenis CASA 212 yang disediakan oleh PT. Wisata Laut Nusa Permai

Selain itu, Pesawat Susi Air juga kerap di sewa untuk penerbangan menuju Pulau ini

Hidangan laut, umum dijajakan di sepanjang alun-alun Pulau Karimun Jawa sekaligus kuliner khas yang mudah dijumpai di hampir sudut pemukiman warga

 

 

Karimun Jawa-Kab Jepara Jateng Indonesia




Pulau ini tidak terlalu besar tetapi padat dengan ragam kehidupan didalamnya

Akulturasi Hindu peralihan Islam sangat kental mewarnai kebudayaan masyarakar Jepara

Dimana setiap 1 syawal tepatnya di tanggal 7 Syawal ( Bulan Islam ); hari ke-7 perayaan hari raya Idul Fitri

Tradisi larung kepala kerbau disertai ragam hasil bumi ke tengah laut, yang berpusat di Pantai Kartini dan diikuti oleh masyarakat di sepanjang Pesisir Pantai paling utara Jawa

Dirayakan secara meriah disertai rangkaian pesta rakyat didalamnya, diiringi acara Halal Bihalal

Dilalui oleh iring-iringan Perahu menuju ke Pulau-Pulau kecil dengan menikmati ketupat, serta beras ketan yang direbus di daun kelapa yang masih muda ( Janur ), sebagai hidangan khasnya dan digantung di setiap tiang pintu-pintu rumah


Ketupat Lepet


 

Sekaligus momen untuk berziarah ke makam Putra Sunan Kudus, Para Wali penyebar agama Islam dan kaum Ulama pengikutnya yang dimakamkan di Pulau Karimun Jawa serta Pulau-Pulau kecil disekitarnya


Lomban Pantai Kartini Jepara

 

Pengaruh Hindu yang lebih kental ketimbang Buddha yang semula lebih dulu dianut sejak era Negara Kalingga, sebagai ajaran hidup oleh masyarakat di paling ujung utara Jawa 

Dimulai saat itu Ibukota Negara Majapahit Hindu, di pindahkan di bekas puing Ibukota Negara Kalingga sesaat setelah kematian Brawijaya V

Tepatnya di wilayah Kecamatan Keling Kabupaten Jepara, saat ini

Disusul perpindahan Ibukota Negara Islam Demak di wilayah Sukolilo Kabupaten Pati Jepara, tak jauh dari pintu gerbang wilayah perbatasan Negara Majapahit di masa Sultan Prawoto, Raja Kesultanan Demak ke-IV yang memerintah tahun 1546-1549

Kematian Sultan Prawoto turut mengakhiri Negara Islam Demak 

Seiring kedatangan Portugis di Jawa, tahun 1549 yang mendirikan Pangkalan Militer di tengah-tengah wilayah Kesultanan Demak dan Majapahit

Dengan Ratu Kalinyamat, adik Sultan Prawoto yang berjuang mati-matian mempertahankan Jepara, wilayah bawahan Demak dari serangan Portugis yang secara bersama-sama, mendukung Kesultanan Ternate, Kesultanan Aceh, Kesultanan Malaka, mempertahankan wilayah perbatasan di Malaka

Ironisnya diwaktu yang bersamaan

Ratu Kalinyamat mendapat serangan penaklukan dari Panembahan Senopati

Berdalih sebagai penerus Kesultanan Demak

Panembahan Senopati memanfatkan situasi dengan cara berbohong jika Ia telah berhasil membunuh buron Negara Islam Demak yaitu Arya Penangsang, yang telah menghabisi Sultan Prawoto beserta Permaisuri

Di bantu VOC Belanda

Panembahan Senopati kemudian mendirikan Negara Mataraman Islam dan berlaku sebagai Raja Pertama Kesultanan Mataraman Islam, memerintah tahun 1586-1613

Berdiri di sebidang tanah yang dihadiahkan oleh Sultan Hadiwijaya, Raja Pertama Kesultanan Pajang, penerus Demak yang memerintah tahun 1554-1583di wilayah Kota Gede Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini

Akibat kelelahan menerima serangan Portugis yang secara bertubi-tubi menghancurkan Istananya, ditambah kekalahan pasukan bantuannya di wilayah Kesultanan Ternate, Kesultanan Aceh dan Kesultanan Malaka yang terjadi secara terus menerus

Tanpa perlawanan yang berarti

Panembahan Senopati berhasil menaklukkan Ratu Kalinyamat dan memaksanya tunduk di bawah Mataraman Islam


 

Dari Berbagai Sumber


Kamis, 09 Maret 2023

Disinilah Sendratari Ramayana Tercipta

 

Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat




Oleh :Sha Mantha

Editor :Sha Mantha

 

Sekira 237 tahun silam

Tepat dua tahun sebelum kematiannya di tahun 1786

ISKS Pakubuwana III - Sunan ke-dua Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ( 1749-1788 )

Diketahui membangun Ndalem Suryohamijayan untuk Sang Putra Mahkota yang mulai beranjak remaja, bernama Raden Mas Subadya, yang sejak kecil menempati Ndalem Purwohamijayan bersama-sama dengannya



Ndalem Purwohamijayan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



 

Kelak 

Raden Mas Subadya bergelar ISKS Pakubuwana IV bertakhta tahun 1788-1820

Seiring perkembangannya

Bangunan ini lalu difungsikan sebagai tempat kediaman KGPH Suryohamijayan Putera ISKS Pakubuwana X ( 1893-1939 ) yang dikemudian hari dikenal sebagai Ndalem Suryohamijayan



Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat




Bangunan ini berdiri di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar kliwon, Surakarta dan terletak di utara kediaman ISKS Pakubuwana XIII

( 2004-sekarang )

Di masa penjajahan Belanda

Ndalem Suryohamijayan sempat difungsikan sebagai stasiun siaran darurat Radio Republik Indonesia (RRI)

Sedangkan di pekarangan sisi timur Sempat dipergunakan sebagai tempat kegiatan Pekan Olahraga Nasional Pertama di kota Solo Jawa Tengah



Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Jika dilihat dari wujud Pendopo yang sampai hari ini nampak kuat serta kokoh

Pendopo Joglo sebagai satu-satunya Bangunan yang tersisa dari Ndalem Kepangeranan ini

Kemudian digunakan sebagai tempat anak-anak untuk berlatih tari serta Karawitan

Meski sebenarnya cukup membahayakan keselamatan terlebih atap serta genteng telah beberapakali roboh



Pendopo Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Di Pendopo Ndalem Suryohamijayan ini pula untuk pertamakalinya Sendra Tari Ramayana tercipta

Selain tempat bagi warga sekitar untuk JAGONGAN ( bersantai sembari minum kopi diwarnai obrolan ringan) dikala petang hingga larut malam

Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang semula dipimpin oleh alm Ibu Tien Suharto sebagai pihak pengelola

Turut memutus akses pengelolaannya, sehingga nasib dari Bangunan bersejarah ini menjadi tidak menentu, seiring kepergian Ibu Tien Soeharto, tahun 1995 silam

Di tambah

Peraturan tentang Cagar Budaya Yang Membatasi

Pada akhirnya hanya sampai pada ketidakjelasan akan nasib bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia

Sehingga tidak ada yang mampu untuk berbuat apa-apa

Selain berusaha mempertahankan bentuk asli bangunan seperti bentuk semula tanpa mengubah apapun didalamnya

Sehingga Cagar Budaya menjadi tidak terawat dan rusak

Segera Revisi Undang-Undang Cagar Budaya

Dan Lindungi Situs-Situs Bersejarah di Indonesia

Revitalisasi sama dengan menyesuaikan usia dari bangunan

Memperbaiki sama dengan tidak merusak nilai-nilai historis didalamnya

 

In Frame : Sha Mantha

Instagram : shamantha_new

Facebook : Sha Mantha

Photo Taken : Wibowo Rahardjo

Rabu, 08 Maret 2023

Lodji Pertemuan Freemason di Kerajaan Jawa

 

Bangsal Sasana Mulya
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Oleh    : Sha Mantha

Editor : Sha Mantha

 

Ndalem Kepangeranan Sasana Mulya

 

Pakubuwana IV

Raja Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ke-tiga bergelar ISKS Pakubuwana IV ( 1788-1820 )

Kerap mendapati kunjungan delegasi kenegaraan kolega-koleganya dari Eropa

Oleh Pakubuwana IV

Acara resmi tersebut biasanya digelar di Pendopo Ndalem Sasana Mulya yang berada di kompleks Kraton Kasunanan Surakarta disertai perjamuan khusus ala Barat didalamnya



Ndalem Sasana Mulya 
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Ndalem Sasana Mulya, dibangun tahun 1811 oleh Pakubuwana IV sebagai tempat tinggal Pangeran Hangabei sang Putera Mahkota

( 1858-1861)

Sedangkan Pakubuwana IV

Menempati Ndalem Purwodiningratan dan melanjutkan proses Pembangunan Kraton Kasunanan Surakarta, yang memakan waktu kurang lebih 200 tahun



Ndalem Purwodiningratan
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Ndalem Purwodiningratan adalah bangunan pertama yang selesai di bangun

Di awal masa pembangunan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat serta di design oleh Pangeran Mangkubumi

Raja Pertama Kraton Kesultanan Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengkubuwana I

Serta ditempati oleh ISKS Pakubuwana II yaitu;

~Raja terakhir Kraton Kasunanan Kartasura Jawa Tengah/Raja ke-9 Negara Mataraman Islam

Bertakhta1726 – 1742

~Pendiri sekaligus Raja Pertama Negari Kasunanan Surakarta Hadiningrat

Bertakhta1745 – 1749

 

 Bangsal Sasana Mulya


Bangsal Sasana Mulya 
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat

 


Di sela-sela perjamuan, sebagaimana budaya elite Eropa, setelah makan siang maupun makan malam dilangsungkan

Sembari berbincang kecil, tamu delegasi akan menghabiskan waktu dengan menikmati wine dan beberapa santapan ringan

Pesta kemudian dilanjutkan dengan sentuhan piano dan iringan biola yang memiliki tempo sangat cepat dan kencang sebagai ciri khasnya

Guna mencegah terjadinya campur aduk  kebudayaan serta kesalahpahaman  pemaknaan akan sakralnya Gamelan Jawa dengan kegiatan pesta Elite Eropa 

Pakubuwana IV

Kemudian membangun sebuah Bangsal yang didesain lebih tinggi dari seluruh bangunan yang terdiri dari 4 (empat) unsur rumah tradisional Jawa

Berdiri di tengah-tengah pelataran dengan pola bangunan menghadap ke arah Bangunan Pendopo berbentuk Joglo

Sebagai Bangsal Pesta ala Barat  dilangsungkan

Sehingga Bangunan Pendopo tak berubah fungsinya sebagaimana Gamelan berada tanpa harus mengusik  kesakralan didalamnya


Pendopo Ndalem Kepangeranan Sasana Mulya 

 


Pendopo Ndalem Sasana Mulya
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Bangunan Pendopo yang terdiri dari 36 tiang tersebut dibuat dengan cara di kampak

Sedangkan keseluruhan Bangunan Ndalem Sasono Mulya memiliki kelengkapan bagian-bagian bangunan Jawa yang terdiri dari;

1. Bangunan Pendopo

2. Pringgitan

3. Dalem Ageng

4. Senthong Kiwa

5. Senthong Tengan

6. Pawon

7. Sumur, dan

8. Gandhok



Pendopo Ndalem Sasana Mulya
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat


 

Ndalem Kepangeranan ini terakhir kali ditempati oleh

Pangeran Hangabei Putera dari ISKS Pakubuwana X (1893 – 1939)

Yang dikemudian hari bergelar ISKS Pakubuwana XI dan memerintah Kraton Kasunanan Surakarta menggantikan Pakubuwana X 

(1939-1945)



Pendopo Ndalem Sasana Mulya
Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat



Jika ditinjau dari aspek tata ruang, wujud bangunan, elemen bangunan dan bahan bangunan

Secara keseluruhan bangunan ini mewakili Produk Arsitektur Murni Tradisional Jawa

Namun dalam perkembangannya

Bangunan ini menggambarkan Proses Intervensi Unsur Arsitektur Barat dalam Arsitektur Tradisional Jawa

 

Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia 

 

Pada 1 Desember 1965 hingga 30 Mei 1967

Ndalem Sasana Mulya pernah menjadi kamp penampungan tahanan politik

Hingga kemudian di tahun 1971

Bangunan ini kembali ke fungsi awal sebagai tempat pendukung kegiatan Kraton di seputar kegiatan kebudayaan

Pada 1975 hingga 1980

Pendopo ini sempat difungsikan sebagai pusat pendidikan Akademi Seni Karawitan Indonesia dan Taman Budaya Surakarta

Lalu pada 1980 hingga tahun 2000

Bangunan Pendopo difungsikan sebagai tempat penyelenggaraan Upacara Adat Kebudayaan;

1. Upacara Pernikahan

2. Pagelaran Wayang Kulit

3. Sarasehan Budaya serta

4. Upacara Adat Kematian

 

Peraturan Tentang Cagar Budaya Yang Membatasi 

Pada akhirnya hanya sampai pada ketidakjelasan akan nasib bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia

Sehingga Cagar Budaya menjadi tidak terawat dan rusak

Mengisi warna usang yang menaungi Bangunan Ndalem Sasana Mulya yang saat ini difungsikan sebagai tempat Perkabungan/Persemayaman Jenazah

Serta gedung serba guna yang disewakan untuk keperluan Pernikahan

Segera Revisi Undang-Undang Cagar Budaya

Dan Lindungi Situs-Situs Bersejarah di Indonesia

Revitalisasi sama dengan menyesuaikan usia dari bangunan

Memperbaiki sama dengan tidak merusak nilai-nilai historis didalamnya

 

In Frame: Sha Mantha

Instagram: Shamantha_New

Facebook: Sha Mantha 

Photo Taken: Wibowo Rahardjo 

INDIKATOR

  Di Tulis oleh Editor  In Frame Sha Mantha                                     Photo Taken by Ruang Kosong 303        Adakah dari Rakyat te...