In Frame Sha Mantha
Photo taken by Lawerrisa
Mewarisi keberanian yang kadung mengaliri Jiwa Patriotisme semangat juang Kemerdekaan Republik Indonesia
Di awal Perang Diponegoro tahun 1825 yang berlangsung hingga tahun 1830
Wanita renta berusia 73 tahun bernama Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi.
Memimpin pasukannya menggunakan tandu selama jalannya Perang Diponegoro dalam melawan VOC Belanda.
Ia bahkan diberi julukan Nyi Ageng Serang
Oleh VOC yang menggambarkan sesosok Wanita Kejam Pada diri Panglima Perang Wanita yang juga berperan ganda sebagai Penasehat Sri Sultan Hamengkubuwana II selama Perang berlangsung.
Sebagai Putri, Pangeran Natapraja yang notabene Panglima Perang Sultan Hamengkubuwana I, yang memerintah Kesultanan Yogyakarta ( 1755 - 1792 ).
Tentu bukan suatu kebetulan
Ia terlatih sedemikian rupa bahkan dikala memasuki usia senja dan sudah tidak produktif lagi untuk turun ke Medan pertempuran.
Tak peduli kondisi Jasmani saat itu berkata apa.
Tentu diluar perhitungan VOC Belanda yang diboncengi oleh beragam kepentingan monopoli dagang untuk dapat menerima fakta.
Bahwa mereka bukan hanya kalah telak, dalam hal strategi Militer tetapi juga harus menelan pil pahit.
Kehilangan materi dalam jumlah besar, yang menyebabkan kebangkrutan hebat, didalam tubuh perusahaan dagang Multinasional yang didirikannya secara matang di tahun 1962 silam.
Tak mengherankan apabila dampak dahsyat tersebut menimbulkan berbagai kontradiksi di dalam penerimaan akal sehat Kaum Bangsa Kulit Putih yang memuja modernisasi persenjataan canggih.
Bukankah itu sangat memalukan?
Membawa pulang kabar kurang baik pada sejumlah pendana peperangan yang terlanjur menginvestasikan uang dalam jumlah besar untuk menghadapi Bangsa Primitive?
Lantas mereka membuat rekayasa pikiran hasil konsep-konsep pemikiran mengenai suatu kelompok Islam garis keras dengan Pakaian khas Timur Tengah lengkap dengan Turban, layaknya suku Quraisy di Saudi Arabia.
Yang menolak tunduk terhadap penjajah dan melabelinya sebagai teroris yang harus di Brantas.
Semua sudah dipersiapkan sedemikian rupa dengan memanfaatkan Pribumi sebagai kekuatan untuk saling melawan.
Melalui sistem adu domba, dimulai dengan memukul mundur kekuatan Kesultanan Demak dibawah kendali Ratu Kalinyamat ( 1514, Demak-1579 ) di tengah perjuangannya melawan Portugis, di Semenanjung Malaka.
Ia di telanjangi di markas persembunyiannya di Jepara, dipaksa tunduk tanpa perlawanan yang berarti, sehingga bergabung dengan MATARAMAN ISLAM.
Semua hasil rekayasa Elite Global.
Dan VOC Belanda merancangnya, agar semua saling membunuh, tanpa harus repot-repot menggunakan kekuatannya sendiri dalam upayanya menghancurkan mental BANGSA INDONESIA, sehingga mudah dikontrol dengan menggunakan metode penyesatan yang tidak pernah ada didalam ajaran TUHAN.
Bahwa membunuh dan meminum darah orang kafir itu halal.
Untuk menghilangkan bukti-bukti sejarah Bangsa ini.
Belanda turut membakar seluruh Kitab Suci berikut menghabisi para misionaris Portugis lantas menghidupi kelompok Islam garis keras dengan cara-cara paling brutal.
Menjejalkan ajaran-ajaran penyesatan melalui penyebaran agama Islam radikal menggunakan kekuatan Tiongkok Mongol yang telah ditumpangi Sekte Nasrani dari Israel Yahudi.
Yaitu Sekte yang memaksakan Kebudayaannya ke dalam agama-agama dari Timur Tengah, dengan mendirikan Pondok Pesantren sebagai sarana pendidikan yang berbasis di Jawa Timur, sebagai tempat untuk mendidik generasi militan Islam Jawa garis keras/Intelijen Rahasia berkedok sekolah pendidikan keagamaan.
Dengan didasari kehendak Pribadi Pribumi Jawa yang ingin menjadi Raja dan penguasa setempat.
Pribumi yang menjadi kaya setelah memiliki jabatan dan kedudukan.
Pribumi yang menjadikan keluarganya sebagai pejabat menempati posisi serta kedudukan kedudukan.
Seluruhnya hasil Rekayasa Elite Global dalam memperalat Pribumi setempat agar mudah dipergunakan untuk saling membunuh satu sama lain.
Akan tetapi, dimuliakanlah Pangeran Diponegoro ( 11 November 1785 – 8 Januari 1855 ), beserta seluruh makhluk hidup yang telah berbahagia.
Yang secara sadar, melawan penyesatan kuasa kegelapan atas Roh jahat dari Bumi Nusantara dengan penyertaan Roh Kudus -Nya.
Ia telah dibangkitkan secara Roh dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran TUHAN Semesta Alam.
Foto Asli Pangeran Diponegoro
Faktanya lagi
Wanita tua yang mereka sebut Nyi Ageng Serang itu berjuang di beberapa daerah, seperti di wilayah Purwodadi, Demak, Semarang, Juwana, Kudus dan Rembang.
Serta mengikuti pelatihan Kemiliteran dan strategi peperangan, bergabung bersama dengan prajurit pria lainnya.
Itu sungguh diluar dugaan!!
Benar pepatah bijak yang mengatakan, umur hanya soal angka.
Menurut keyakinannya.
Selama ada penjajahan di Bumi Pertiwi, maka Ia harus siap tempur untuk melawan para penjajah.
Ia piawai dalam penyamaran, menggunakan lembu (daun talas hijau) untuk menyamar.
Sebagai Wanita berpengaruh di lingkup Negara Kesultanan Yogyakarta.
Ia juga berperan penting sebagai penasehat Sultan Sepuh / Hamengkubuwana II yang memerintah Kesultanan Yogyakarta ( 1792 –1828 ).
Sehingga tetap terhubung dengan Negaranya, tanpa terbaca oleh pihak musuh, dibawah kontrol Pangeran Diponegoro selaku pemimpin Pergerakan bawah tanah.
Prambanan menjadi Markas terdekat untuk mendekat ke wilayah Yogyakarta sehingga Ia dapat dengan leluasa memimpin Perang Gerilya disekitar desa Beku, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Selalu ada tragedi dibalik keindahan.
Pakubuwana VI yang adalah Susuhunan Nagari Surakarta kelima yang memerintah tahun 1823 – 1830.
Harus menanggung sasaran murka kaum Elite Global, yang tak mampu membendung kekesalannya.
Seketika menembakkan peluru senapan baker tepat di bagian dahinya, begitu tiba di tempat pembuangannya ( Ambon ), menyadari dukungan gagasan Perang Diponegoro datang darinya.
Dan setiap perbuatan, menghasilkan buah-buah Roh perbuatannya.
Secara garis besarnya, saya menulis secuil kisah yang bercerita, tentang bagaimana sulitnya merdeka bahkan dalam berpikirpun sulit hingga di masa sekarang.
Semoga bermanfaat untuk generasi mendatang dan dapat diterima dengan pikiran yang lebih terbuka.
Saat agama bukan lagi tempat yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhan Semesta Alam tetapi alat untuk mencengkram Jiwa Manusia, sehingga otak Manusia lebih mudah diprogram, sesuai doktrin yang telah disiapkan.
Salam Perubahan
Tertanda
Sha Mantha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.