Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
Oleh :Sha Mantha
Editor :Sha Mantha
Sekira 237 tahun silam
Tepat dua tahun sebelum kematiannya di tahun 1786
ISKS Pakubuwana III - Sunan ke-dua Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ( 1749-1788 )
Diketahui membangun Ndalem Suryohamijayan untuk Sang Putra Mahkota yang mulai beranjak remaja, bernama Raden Mas Subadya, yang sejak kecil menempati Ndalem Purwohamijayan bersama-sama dengannya
Ndalem Purwohamijayan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
Kelak
Raden Mas Subadya bergelar ISKS Pakubuwana IV bertakhta tahun 1788-1820Seiring perkembangannya
Bangunan ini lalu difungsikan sebagai tempat kediaman KGPH Suryohamijayan Putera ISKS Pakubuwana X ( 1893-1939 ) yang dikemudian hari dikenal sebagai Ndalem Suryohamijayan
Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
Bangunan ini berdiri di Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar kliwon, Surakarta dan terletak di utara kediaman ISKS Pakubuwana XIII
( 2004-sekarang )
Di masa penjajahan Belanda
Ndalem Suryohamijayan sempat difungsikan sebagai stasiun siaran darurat Radio Republik Indonesia (RRI)
Sedangkan di pekarangan sisi timur Sempat dipergunakan sebagai tempat kegiatan Pekan Olahraga Nasional Pertama di kota Solo Jawa Tengah
Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
Jika dilihat dari wujud Pendopo yang sampai hari ini nampak kuat serta kokoh
Pendopo Joglo sebagai satu-satunya Bangunan yang tersisa dari Ndalem Kepangeranan ini
Kemudian digunakan sebagai tempat anak-anak untuk berlatih tari serta Karawitan
Meski sebenarnya cukup membahayakan keselamatan terlebih atap serta genteng telah beberapakali roboh
Pendopo Ndalem Kepangeranan Suryahamijayan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat |
Di Pendopo Ndalem Suryohamijayan ini pula untuk pertamakalinya Sendra Tari Ramayana tercipta
Selain tempat bagi warga sekitar untuk JAGONGAN ( bersantai sembari minum kopi diwarnai obrolan ringan) dikala petang hingga larut malam
Yayasan Purna Bhakti Pertiwi yang semula dipimpin oleh alm Ibu Tien Suharto sebagai pihak pengelola
Turut memutus akses pengelolaannya, sehingga nasib dari Bangunan bersejarah ini menjadi tidak menentu, seiring kepergian Ibu Tien Soeharto, tahun 1995 silam
Di tambah
Peraturan tentang Cagar Budaya Yang Membatasi
Pada akhirnya hanya sampai pada ketidakjelasan akan nasib bangunan-bangunan bersejarah di Indonesia
Sehingga tidak ada yang mampu untuk berbuat apa-apa
Selain berusaha mempertahankan bentuk asli bangunan seperti bentuk semula tanpa mengubah apapun didalamnya
Sehingga Cagar Budaya menjadi tidak terawat dan rusak
Segera Revisi Undang-Undang Cagar Budaya
Dan Lindungi Situs-Situs Bersejarah di Indonesia
Revitalisasi sama dengan menyesuaikan usia dari bangunan
Memperbaiki sama dengan tidak merusak nilai-nilai historis didalamnya
In Frame : Sha Mantha
Instagram : shamantha_new
Facebook : Sha Mantha
Photo Taken : Wibowo Rahardjo